Senin, 21 Desember 2009

Amanah


Di  Damaskus,  ada sebuah mesjid besar, namanya mesjid Jami' At-Taubah. Masjid itu adalah  sebuah masjid yang penuh keberkahan. Di dalamnya ada ketenangan dan keindahan.  Sejak  tujuh  puluh  tahun,  di  masjid  itu ada seorang syaikh pendidik  yang  alim  dan  mengamalkan  ilmunya.  Dia sangat fakir sehingga menjadi  contoh  dalam kefakirannya, dalam menahan diri dari meminta, dalam kemuliaan jiwanya dan dalam berkhidmat untuk kepentingan orang lain. Saat  itu ada pemuda yang bertempat di sebuah kamar dalam masjid. Sudah dua hari  berlalu  tanpa ada makanan yang dapat dimakannya. Dia tidak mempunyai makanan  ataupun  uang  untuk membeli makanan. Saat datang hari ketiga dia merasa  bahwa  dia  akan  mati,  lalu  dia  berfikir  tentang apa yang akan dilakukan. Menurutnya, saat ini dia telah sampai pada kondisi terpaksa yang membolehkannya  memakan  bangkai atau mencuri sekadar untuk bisa menegakkan tulang punggungnya. Itulah pendapatnya pada kondisi semacam ini.

Masjid  tempat  dia  tinggal  itu,  atapnya bersambung dengan atap beberapa rumah  yang  ada  di sampingnya.  Hal  ini memungkinkan sesorang pindah dari rumah  pertama  sampai  terakhir  dengan  berjalan  diatas atap rumah-rumah tersebut.  Maka,  dia pun naik ke atas atap masjid dan dari situ dia pindah kerumah   sebelah.  Di  situ  dia  melihat  orang-orang  wanita,  maka  dia memalingkan  pandangannya  dan menjauh dari rumah itu. Lalu dia lihat rumah yang  di  sebelahnya  lagi.  Keadaannya sedang sepi dan dia mencium ada bau masakan  berasal  dari  rumah  itu.  Rasa laparnya bangkit, seolah-olah bau masakan tersebut magnet yang menariknya. Rumah-rumah  dimasa  itu  banyak  dibangun  dengan  satu  lantai,  maka dia melompat  dari  atap  ke  dalam  serambi. Dalam sekejap dia sudah berada di dalam rumah dan dengan cepat dia masuk ke dapur lalu mengangkat tutup panci yang ada disitu. Dilihatnya sebuah terong besar dan sudah dimasak. Lalu dia ambil  satu,  karena  rasa  laparnya  dia  tidak  lagi  merasakan panasnya,digigitlah  terong  yang  ada  ditangannya  dan  saat itu dia mengunyah dan hendak  menelannya,  dia  ingat  dan  timbul  lagi  kesadaran  beragamanya.Langsung  dia berkata, 'A'udzu billah! Aku adalah penuntut ilmu dan tinggal di  mesjid  , pantaskah aku masuk kerumah orang dan mencuri barang yang ada di dalamnya?' Dia merasa bahwa ini adalah kesalahn besar, lalu dia menyesal dan  beristigfar  kepada Allah, kemudian mengembalikan lagi terong yang ada ditangannya.  Akhirnya  dia  pulang  kembali ketempat semula. Lalu ia masuk ke dalam  masjid  dan  mendengarkan  syaikh  yang  saat itu sedang mengajar. Karena terlalu lapar dia tidak dapat memahami apa yang dia dengar.

Ketika  majlis  itu selesai dan orang-orang sudah pulang, datanglah seorang  perempuan  yang  menutup  tubuhnya  dengan hijab -saat itu memang tidak ada perempuan  kecuali  dia  memakai  hijab-,  kemudian perempuan itu berbicara dengan   syaikh.   Sang   pemuda  tidak  bisa  mendengar  apa  yang  sedang dibicarakannya.  Akan  tetapi,  secara  tiba-tiba  syaikh  itu  melihat  ke sekelilingnya.  Tak  tampak  olehnya kecuali pemuda itu, dipanggilah ia dan syaikh  itu  bertanya,  'Apakah  kamu  sudah  menikah?', dijawab, 'Belum,'. Syaikh  itu  bertanya  lagi,  'Apakah kau ingin menikah?'. Pemuda itu diam. Syaikh  mengulangi  lagi  pertanyaannya. Akhirnya pemuda itu angkat bicara, 'Ya  Syaikh, demi Allah! Aku tidak punya uang untuk membeli roti, bagaimana aku akan menikah?'. Syaikh itu menjawab, 'Wanita ini datang membawa khabar, bahwa  suaminya  telah meninggal dan dia adalah orang asing di kota ini. Di sini  bahkan  di  dunia ini dia tidak mempunyai siapa-siapa kecuali seorang paman  yang  sudah tua dan miskin', kata syaikh itu sambil menunjuk seorang laki-laki yang duduk  di  pojokkan. Syaikh itu melanjutkan pembicaraannya, 'Dan wanita ini telah mewarisi rumah suaminya dan hasil penghidupannya. Sekarang, dia ingin seorang  laki-laki  yang  mau  menikahinya,  agar  dia  tidak sendirian dan mungkin  diganggu  orang. Maukah kau menikah dengannya? Pemuda itu menjawab 'Ya'.  Kemudian  Syaikh  bertanya  kepada  wanita  itu,  'Apakah engkau mau menerimanya   sebagai   suamimu?',   ia  menjawab  'Ya'.  Maka  Syaikh  itu mendatangkan pamannya dan dua orang saksi kemudian melangsungkan akad nikah dan  membayarkan  mahar  untuk  muridnya  itu. Kemudian syaikh itu berkata, 'peganglah  tangan  isterimu!' Dipeganglah tangan isterinya dan sang isteri membawanya  kerumahnya.  Setelah  keduanya masuk kedalam rumah, sang isteri membuka  kain  yang menutupi wajahnya. Tampaklah oleh pemuda itu, bahwa dia adalah  seorang wanita yang masih muda dan cantik. Rupanya pemuda itu sadar bahwa rumah itu adalah rumah yang tadi telah ia masuki.


Sang  isteri  bertanya,  'Kau ingin makan?' 'Ya' jawabnya. Lalu dia membuka tutup  panci  didapurnya.  Saat melihat buah terong didalamnya dia berkata: 'heran  siapa  yang  masuk kerumah dan menggigit terong ini?!'. Maka pemuda itu  menangis dan menceritakan kisahnya. Isterinya berkomentar, 'Ini adalah buah  dari  sifat  amanah,  kau jaga kehormatanmu dan kau tinggalkan terong yang  haram  itu,  lalu Allah berikan rumah ini semuanya berikut pemiliknya dalam  keadaan  halal. Barang siapa yang meninggalkan sesuatu ikhlas karena Allah, maka akan Allah ganti dengan yang lebih baik dari itu.

Diceritakan oleh : Syaikh Ali Ath-Thanthawi
Oleh : Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia


Tidak ada komentar:

Posting Komentar