Jumat, 22 Januari 2010

Ikan Sidat Torpedo

Selain kandungan nutrisinya yang tinggi, ikan sidat juga tergolong ikan kelas menengah atas karena harganya mahal. Konon, di Jepang, menu ikan sidat yang disebut unagi ini jadi menu paling mahal di tahun 200-an dengan harga Rp 490 ribu per ekor.

Langkanya ikan juga jadi salah satu faktor yang membuat harganya mahal. Bahkan Dedi mengaku dirinya harus mencari ikan sidat sampai ke pelosok wilayah Pangandaran. Terlebih ikan ini sangat sulit untuk dibudidayakan.

"Ikan ini kalau berkembang biak di air tawar tapi kalau bertelur di air laut, sehingga sulit untuk dibudidayakan," ujarnya. Indonesia, termasuk negara yang potensial untuk melakukan budidaya ikan sidat karena jumlahnya cukup melimpah di perairan Indonesia.

Tapi jangan heran kalau selama empat bulan Kampung Laut Pangandaran akan sepi dengan menu ikan sidat. Sebab saat musim kemarau kurang lebih empat bulan, ikan sidat ini migrasi ke laut untuk berteur. Untuk mengantisipasi hal tersebut, sebelum kemarau tiba, Dedi menstok ikan sidat dalam jumlah banyak.

Awalnya Dedi menjual ikan sidat per ekor dengan harga Rp 50 ribu untuk ukuran kecil. Tapi kemudian karena ukurannya tidak sama, konsumen meminta dihitung per ons. Harganya bisa lebih dari Rp 50 ribu atau kurang. Paling besar sidat yang dijual berukuran 1,5 kilogram dengan panjang 1 meter dan paling kecil panjangnya 30 sentimeter dengan diameter 2 sentimeter.

Karena harganya mahal, konsumen ikan sidat kalangan tertentu saja. Sehingga Dedi tidak menyediakan menu ikan sidat di cabang Kampung Laut Pangandaran yang ada di DU 21, Jalan Dipatiukur No 21, karena pangsa pasar di sana adalah mahasiswa.


sumber http://m.detik.com

1 komentar: